Bagian terlemah tubuh ini sepertinya tangan. Terbuka sedikit, langsung gue bersin-bersin. Hilanglah sudah harapan memakai baju tanpa lengan kalau tak mau terserang demam. Tapi toh gak akan juga gue pakai begituan, nanti bisa-bisa lemak tangan gue berkibar ditiup angin, walau tak seberkibar dia.
Dia, leher. Jadinya ke mana-mana pakai syal. Jadi lebih fashionable.
Apa mungkin akan ada suatu hari di mana tangan-tangan ini akan firm seperti mereka para wanita-wanita yoga? Dari jauh seperti berotot, tapi ketika dipegang lembut sangat.
“Dia baru boobs job ya?” tanya seorang teman yang tak tertarik membahas lengan.
Sesama tetek besar, gue membela dalam ketidaktahuan. Mungkin karena dia mengurus. Mungkin nanti kalau gue mengurus juga, tetek gue pasti lebih disangka boobs job.
“Gue sih mau kalau boobs job. Yang gak mau sedot lemak,’” kataya sambil memperagakan dokter mengubek-ngubek lemak perutnya seperti abang-abang soto angkar mengaduk jeroan dengan dayung.
“Mending gue diet dan olah raga sampai mampus.”
Tapi boobs job tetap mau. Karena olahraga mampus gak bisa bikin tete gede.
Gue membayangkan maintenance saat suatu masa dulu gue pakai bulu mata palsu. Membawa-bawa ekstra bulu di mata benar-benar menyusahkan dan menyita waktu gue yang harus seminggu sekali ke salon. Aplagi kalau nambah balon-balonan di dada.
Kalau orang seperti mereka saja tak pede dengan badannya, wajarlah ya kalau gue juga insecure dengan badan gue.
Gue gak punya waktu buat maintenance boobs job. Gue udh banyak kerjaan: nonton DVD seharian.
“Kalau lo boobs job, lo gak akan sempat nonton DVD seharian. Pasti banyak yang ngajak keluar.”
Bah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar