“Indri lihat timelinenya Upi sih dia bikin bikin FTV gitu ya tid,” seru Indri sambil mentransfer-transfer sisa-sisa uang Kepompong Gendut kepada mereka yang berhak mendapatkan. “Ya kan namanya tiap bulan harus gaji orang.”
“Emang dia punya PH?” jawab gue sambil merenungi analisa SWOT Kepompong Gendut. Mulai tergoda bikin FTV.
“Ya kan meureun ada supir pembantu… trus kan punya anak pula…”
Sementara buntut gue cuma 2. Itu pun terancam tak dapat THR.
“Kita dapat THR kan, Tid?”
“Dapet.”
Indri kembali ke laptopnya dengan tenang.
“Tapi FTV kita bikinnya gimana, Ndri? Ada channelnya gak?”
“Indri juga bingung, Tid.”
“Apa kita tutup aja ya ini Kepompong, Ndri?”
“Nanti ajalah abis Raja Kata, Tid.”
“Ya udah kita bikin Raja Kata dulu. Tapi sebelum itu Dongeng Bawah Angin.”
“Ya tapi cari sponsornya yang banyak ya Tid,” wanti-wanti Indri sambil melihat-lihat keuangan Kepompong. Sepertinya masih lebih memilih FTV yang aman dan sentosa.
Jadi ingat dulu pertama kali bikin film. cin(T)a juga sepertinya tidak akan ada yang nonton, tapi malah balik modal.
Sampai hari ini kita masih selamat tanpa hutang-hutang sebenarnya suatu keajaiban.
Analisa SWOT hanya membuat gue bersandar pada apa yang ada saat ini, tidak lagi mengharapkan keajaiban masa depan.
Padahal judulnya aja ajaib. Dongeng Bawah Angin. Masa gak berharap yang ajaib-ajaib di perjalanannya?
Hai kamu yang tidak suka berisik tapi gemar berbisik, bicaralah lewat angin agar kuikuti hembusanmu. Haruskah kubuat FTV atau kuceritakan Dongeng? Mana yang lebih ingin kau dengar?
Angin ini akan menjadi angin ribut yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar