Keluarga bagi gua adalah wajah-wajah yang hanya gue temui tiap malam Tahun Baru di Rumah Opung. Anak Opung ada sembilan, cucunya lima puluhan. Keluarga gue satu-satunya yang gak tinggal di Jakarta. Anak-anak Jakarta ini sepertinya lebih bahagia dari gua. Lebih terbuka, dan lebih bisa berbicara.
Setiap malam tahun baru, gua biasanya makan rendang dan es krim walls kiriman tetangga sebelum diam-diam menyelinap ke atas menghabiskan baca buku seharian di beranda atas. Baru turun kembali ketika Opung bagi-bagi duit kepada deretan cucu. Sebenarnya gue berharap bisa menghabiskan malam tahun baru bersama sahabat-sahabat sekolah yang sepertinya lebih mengerti gua, tapi tidak bisa. Setiap Batak wajib bertahun baru di Rumah Opung.
Beranjak dewasa, gue ada bahan obrolan. Gue bukan lagi anak daerah yang gak punya cerita. Sekarang gue baru pulang dari Amerika. Tapi sepertinya mereka tetap tidak suka ngobrol dengan gua. Gue berubah dari anak daerah yang pemalu menjadi anak Amerika yang belagu.
Semakin dewasa, jumlah cucu semakin berkurang. Sebagian mulai menikah dan bertahun baru di rumah mertua mereka. Walaupun udah menjelang tiga puluh, gue tetap Batak dan gue tetap bertahun baru ke Rumah Opung.
Tahun ini isinya tinggal 2 keluarga, keturunan 2 anak lelaki Opung. Papi dan Bapak Tua.
Keluarga Papi tetap datang lengkap karena gua dan Deden belum menikah. Chica mertuanya Jawa, gak wajib ngumpul tiap Tahun Baru.
Mak Gondut sebagai sintua akan memimpin kebaktian dan membagikan fotokopian acara kebaktian template dari HKBP pusat di kampung sana. Keluarga bernyanyi tanpa gairah tanpa alat musik.
Hanya Opung yang berani bilang 'aminnnn' di saat Mak Gondut belum selesai berdoa dan diamini seluruh keluarga. Tentunya hanya dalam hati.
Siangnya lebih meriah. Bang Pinon bergitar diiringi suara-suara Namboru melagukan medley Alusiau Anjuahu Molo adong na salah blabla bla, bersaing dengan adzan mesjid tetangga.
Opung akan terduduk termangu-mangu, tidak lagi membagi-bagikan sangu. Sekarang ingatannya mulai terganggu. Dia tidak tahu kalau Jepang sudah berlalu.
Tahun depan tidak ada yang tahu apakah Opung belum berlalu.
Jika Opung berlalu, ke manakah gue bertahun baru? Kebut-kebutan dan party-party bersama sahabat yang gue impikan dulu tidak lagi menarik hati. Sahabat-sahabat itu pun sudah menikah dan tidak lagi saling mengerti. Mungkin mereka ada yang menikah dengan Batak jadi tak bisa keluar pas Tahun Baru.
Tahun ini gue tiga puluh. Mungkin sudah waktunya gue menentukan di mana gue bertahun baru. Tidak lagi di Rumah Opung.
Tapi ke mana gue harus pergi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar