Gue gak mau jadi kaya emak gue.
Tapi kata Yasmin Ahmad, the key to success adalah be nice to
your parent. Karenanya gue membuatkan film untuk emak gue dengan
hasil sesuai kata Yasmin. Sukses tidak hanya datang untuk gue, tapi juga emak gue. Steven Soderbergh bisa menang Cannes umur 26, tapi emaknya gak menang piala umur 60.
Di semua gegap gempita yang mulai mereda ini, gue teringat my parents gak cuma satu. Ada papi yang sealu mendukung di belakang.
Kalau harus memilih, gue lebih pengen jadi Papi daripada Mami. Walaupun kayanya gue semakin hari makin mirip Mami, banci spotlight.
Papi yang baik hati selalu menolong orang tanpa perlu spotlight. Hatinya lembut, walalupun kata-kata pujiannya tidak bisa dipercaya. Papi tentara orde baru yang terlatih menenangkan massa. Setiap ada Viking mendatangi, diputusin pacar, atau minjem bus buat liburan, gue selalu berpaling ke Papi. Papi selalu siap membantu tanpa harap kembali berbintang terms and conditions apply.
Papi tidak pernah berkhotbah Tuhan Tuhan tapi papi orang yang paling dekat dengan Tuhan. Tidak ada masalah di dunia ini yang bisa membuat Papi tidak santai karena Papi selalu yakin Tuhan memang maunya demikian.
Kecuali kalau lagi kelaparan, dia bisa lebih singa dari Mak Gondut.
Tapi kalau kenyang, Papi tidak pernah mengaum dan menghakimi siapapun.
Beda dengan gua. Kebanyakan perkataan, kurang perbuatan.
Gue gak pengen jadi Papi. But I don't mind having his heart and his faith. Kalau ada karakter bapak yang ingin gue filmkan semahal 10 miliar,
itu harus papi.
Bukan karena gue trying to be nice to my parent, tapi gak semua cerita layak diceritakan dengan budget miliaran.
Papi is a character worth telling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar