Minggu, 15 Agustus 2010

Daripada Dimensia

Kau kira aku tak lihat mukamu merengut saat kusebut Robert T Kiyosaki?

Kaget? Kau kira kau mau kujodohin dengan ponakanku? Hah!

Kau kira aku tak tahu kau misuh-misuh saat aku presentasi?

Ini bukan MLM. Yang ini disetujui Tuhan.

"Lihat ini 700 dollar akan kuberi ke pendeta habis ini. Betapa nikmatnya bisa memberi," kataku memperlihatkan lembar-lembar Amerika kepadamu.

Kau tambah merengut. Hah? Kau kira aku mau kasih padamu?

Memang rumahku di belakang senayan city. Mobilku mercy. Bersupir. Nama Amangtuamu, suamiku, sekarang jadi nama jalan. Kau tak nyangka aku presentasi MLM?

Kenapa? Kau kasihan padaku?

Ini halal. Daripada kamu. Berharap dikasih aku. Tak akan aku biayai filmmu.

Daripada gak ada kerjaan, gak ada obrolan, daripada dimensia... kaya opungmu.

Kau masih berkelit. Opung gak dimensia.

Sampai suatu hari dia bercerita tentang si Sigit yang ternyata siluman jadi-jadian. Misinya adalah mengelabui Batak-Batak cantik. Korban pertama: si Chica.

Kalau Si Sigit siluman jadi-jadian sih masih bisa kenyataan. Kalau si Chica cantik?

Pada saat itu baru kau sadar opungmu dimensia. Tapi tetap tak kau temani juga dia.

Masih kau merasa kasihan padaku? Karena aku jualan MLM? Lihat ini 700 dollar yang akan kuberi ke pendeta. Pernah kau kasih pendeta 7 juta?

Kau lihatlah mamakmu itu. MLM juga dia. Tak kau sadar kenapa dia MLM padahal gak butuh uang? Dia juga menghindari dimensia. Karena kau gak pernah di rumah. Sibuk mengejar mimpi. Bikin film katamu.

Ah. Tak ada uangnya. MLM saja kau. Biar bisa kau kasih pendeta 7 juta. Biar banyak waktumu. Biar sempat kau ajak ngobrol mamakmu. Untuk apa kau bikin film kalau mamakmu kesepian?

Memang susah nemenin mamakmu. Norak. Sok tahu. Ya itulah mamakmu.

Tapi bagaimanalah? Kami lahir di huta, kau di kota. Susah-susah kusekolahkan kalian ke MIT, ivy league, ITB, ya agar bisa sekali-kali kau ajari kami facebook, microsoft word, internet. Bukan agar kami ditinggal-tinggal, dimensia.

Tidak!

Lebih baik aku MLM. Setidaknya aku bisa bicara, didengarkan , seperti saat Amangtuamu masih hidup dan menjabat dulu. Toke, pejabat, calon mentri, semua antri memberi. Antri mendengarkan.

"Mimpiku bukan ini, Inang tua. Mimpiku menghabiskan hidup bikin film, bercerita. Aku gak mau hidup presentasi ke orang-orang gimana caranya kaya dengan mencari downline."

Ini bukan MLM!

Kau cuma diam. Bukan karena kau hormati aku.

Hah! Kita tunggu saja apa jadinya mimpimu. Kita tunggu saat kau 75. Masih ada yang peduli mimpimu?

All is vanity and striving after wind.

Jangan kau kasihani aku. Aku bahagia. Daripada dimensia.

Lebih baik kau urus Opungmu. Mamakmu. Lihat betapa mereka merasa kurang dicinta.

Daripada dimensia.

Daripada dimensia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar