Selasa, 07 Mei 2013

Inferior Complex

"Di Lampung ini kan fasilitas belum maju, Mbak. Nggak kaya Jakarta,"  kata seorang filmmaker Lampung. Entah orang ke berapa yang ngomong dengan nada sama.

Di jaman Google dan BB High Definition,  apalah artinya fasilitas. Kenapa harus melihat ke Jakarta sementara di sekitar kita banyak yang harus diceritakan?
Baligo seorang putra daerah ARB bersama ketua KAMI yang mulai luntur warnanya.

Kopi Lampung yang gak boleh ketahuan kopi lampung karena tumbuh di Taman Nasional.

Gajah yang semakin terdesak.

Sambal Tempoyak  yang membuat rela sembelit.

Universitas daerah yang didominasi duit borjuis lokal.

Di antara sebegitu banyak cerita, kenapa kita harus seperti Jakarta? Kenapa harus Dewi Lestari yang berfilosofi kopi?

Tapi gue diam saja karena Jakarta juga sama saja. Selalu melihat ke Amerika. Atau Eropa. Atau Korea.

Setelah feodalisme berabad-abad, disambung penjajahan 3,5 abad, mungkin kita memang terlahir untuk diperbudak.

Hari ini gue gak mau menjadi budak. Gue akan bercerita apa yang mengganggu gue. Tidak didikte Jakarta, Amerika, dan semua film festivalnya.

Gak usah bikin film bagus.  Bisa jujur aja udah bagus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar