Senin, 27 Mei 2013

Feminis

Begitu mendengar kata Feminis, yang terbayang di kepala gue adalah cewe-cewe galak pembenci laki-laki bersepatu boots butut yang ngegeng sama cewe galak lainnya.

Gak mungkin gue membenci laki-laki, tahu ada cowo kaya Papi.  Papi gue baek banget. Walaupun dia masih bapak-bapak yang gak bolehin anak cewe naek angkot, gue tahu itu karena dia sayang. Bukan karena merasa cowo lebih baik. Gak mungkin gue jadi feminis.

Ternyata cewe-cewe galak yang nge-geng sendiri  itu namanya separatis , bukan feminis. Banyak feminis yang pacarnya banyak, tasnya fendi, dan tiap hari pake SK 2.

Terlalu banyak label yang tidak gue mengerti.

Kalau untuk cewe-cewe yang merasa semua manusia itu berhak dipandang sama, labelnya apa?

Itu pluralis.

Bukannya pluralis itu buat kaum ekstremis yang menganggap semua agama sama saja?

Bukan. Pluralis itu sikap hidup yang tidak menyalahkan manusia lain (baik diam-diam atau terang-terangan)  dan menganggap golongan kita paling benar.

Kalau gue merasa benar, gue bisa tetap pluralis?

Bisa, asal gak menganggap orang lain salah.

Kalau orang kaya Hitler, pasti salah dong?

Tergantung nanya ke siapa di zaman apa. Sejarah itu tergantung penulisnya.

Ah mending gue cari aman aja. Gak usah mikirin orang lain, fokus ke masalah sendiri. Gue masih bisa dianggap feminis?

Bisa. Bahkan bisa jadi penulis terkenal.

Kalau gue kawin aja dan cari aman, gue bisa dianggap feminis?

Bisa, bahkan bisa jadi pahlawan nasional.

Semua itu harus dilihat konteksnya. Kenapa dia menikah? Kenapa dia harus cari aman?

Ah sayang, semakin kamu menyadari semua manusia itu benar, semakin bebas hidupmu.

See you in heaven, Mas Adolf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar