Minggu, 07 April 2013

Saboteur

Ada 7 kurcaci. Empat ingin menemukan emas, 3 ingin menghalangi. 4 kurcaci  pencari emas harus menyusun 7 kartu yang menghubungkan tangga awal dan lokasi emas. Yang membuat permainan kartu ini tambah full drama dan tawa karena tidak ada yang tahu siapa kawan dan lawan. Siapa kurcaci pencari emas dan siapa kurcaci saboteur.

It needs acting.

Karenanya gue selalu kalah dan 2 wanita di kanan kiri gue selalu menang berkat jago memalsukan senyum dan menyusun strategi penipuan.

Laen kali gue casting suruh maen ini aja deh.

"Gak seru kalau jadi kurcaci baek. Mending jadi Saboteur," kata si Kanan.

"Iya.. Kalau Saboteur lebih banyak tantangan," sambut si Kiri dengan mata nakal.

Pantesan gue selalu ketahuan. Gue suka yang aman-aman. Kecanduan dengan kemapanan. Dan selalu takut dikalahkan.

Sejak kapan gue suka yang aman-aman? Mungkin karena sejak kecil gue selalu jadi anak baik, disayang mami papi dan dipuji guru-guru. Overdosis approval, gue jadi selalu butuh approval orang lain.

Gak seperti 6 kurcaci lainnya.

Enam kurcaci lainnya lulusan sebuah sekolah seni rupa ternama di Bandung. Tiga dosen dan tiga mantan mahasiswa, tapi tak terasa beda kasta seperti hubungan dosen-mahasiswa di sekolah-sekolah Indonesia pada umumnya. Sepertinya memuja ketidakmapanan, sangat suka dengan tantangan, dan somehow terasa lebih menyenangkan.

Ada satu masa gue gak takut dengan ketidakmapanan. Resign, gak takut gak punya duit karena Tuhan pasti mencukupi. Gak takut gagal karena Tuhan gak peduli hasil akhir. Gak takut gak menyenangkan karena Tuhan gak menuntut gue fun.

Tapi setelah berjalan dalam lembah kekelaman dan nonton Borgias season dua, gue semakin curiga dengan semua yang memakai kata Tuhan. Mungkin karena dulu gue sering memakai kata Tuhan simply karena lingkungan  gue lebih menerima ketika gue ber-Tuhan.  I need my daily dose of approval.

Tapi gue suka berdoa. Gue suka ngobrol-ngobrol tiap pagi dengan Tuhan. Gue suka punya my own personal time dengan Tuhan, membuat gue lebih tahu siapa gue, apa gue, dan kenapa gue tanpa terpengaruh keinginan gue yang untuk selalu diterima lingkungan. 

Doa  adalah sumber kekuatan. Doa adalah sumber keyakinan. Dan doa adalah sumber penghiburan.

Cara gue berdoa mungkin tidak sama lagi dengan kalian. Tapi bukan berarti Tuhan tidak mendengarkan. 

"Oi. Nyangkul lo," si Kiri mentoel, melihat gue bengong.

Gue kembali ke kartu dan melanjutkan sabotase. Tuhan kembali menunggu.

Sabar ya. I'm working it out.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar