Kamis, 18 April 2013

Hanya Di Jakarta

"Jam 2.45 udah sampai di Victoria ya," BBM asistennya.

Masih  2 jam lagi dan gue udah nervous gak sampai tujuan tepat waktu.

Hanya di Jakarta.

"Hujan nih mbak," jawab BBM gue. Si mbak langsung mengerti the subliminal message :  belum tentu gue nyampe.

Hanya di Jakarta.

Mobil belakang mengklakson tak sabar karena di depan mobil gue ada space kosong 1 meter.

Hanya di Jakarta.

"Parkirnya penuh, Mbak. Tapi coba aja muter-muter dulu cari."

"Saya ada acara jam 3 Pak. Valetnya ada?"

"Di sana Mbak,"  jawabnya sambil menunjuk sebuah kotak ala kadarnya nun jauh dari lobi, terguyur hujan dan petir, dan tak berpenghuni.

Hanya di Jakarta.

"Silakan tunggu sebentar, Mbak. Ruangannya sedang disiapkan," kata si resepsionis ramah. Gue melirik bawah meja.  Sendal jepitnya tak matching dengan outfit profesionalnya. Sebuah sepatu berhak teronggok di sebelah.

Hanya di Jakarta.

"Ini dari kita. Gak usah ditandatangan," kata salah satu staf menyerahkan sebuah amplop sebelum kami pulang. 5 juta.

Hanya di Jakarta.

Sejam kemudian, Gedung Victoria masih tertinggal 10 meter di belakang mobil gue. 10km / jam sudah anugerah untuk di saat hujan.

Hanya di Jakarta.

Mending nonton dulu, nungguin semua kendaraan berlalu. Belok kanan,  salah jalan.

"Taik lo, Babi!" seru pengemudi mobil seberang.

Hanya di Jakarta.

Jam 11 malam, jalanan masih ramai walau tidak lagi berdesakan.

Hanya di Jakarta.

Dulu jalan Jakarta gak kerasa sekeras ini. Mungkin karena dia.

Hanya di Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar