"Saya memang family man banget. Kalau pisah ama keluarga pasti dicium pipinya. Bukan cipika cipiki ya. Beneran dicium," katanya saat QnA filmnya yang baru menang Critics Week Cannes sambil melirik kru cantik di kanannya yang sepertinya diproyeksikan menjadi keluarga.
Karenanya tema kehilangan keluarga sangat dekat dengan dia. Bertahun-tahun sekolah film di Jakarta membuat dia jauh dari mereka.
24, knows what he wants, and celebrates his simple life. Menonton dia membangkitkan pertanyaan buat gue yang sepertinya tidak tahu lagi maunya apa setelah terlalu lama hidup ribut dan mahal di Jakarta. Kayanya pas 24 gue malah tahu gue maunya apa.
What is my life theme?
"Film-film lo tuh mencari cinta," kata Ucu dulu mencoba menganalisa.
Mungkin. Gue kan memang paling suka nonton film cinta. Tapi bukan hanya cinta antara dua manusia horny. Cinta yang lebih luas, lebih condong ke persahabatan. Antara cowo dan cewe. Ibu dan anak. Musuh dan musuh.
Berarti bukan cinta, lebih tepatnya persahabatan. Persahabatan yang menerima apa adanya. Karena seumur hidup gue gak pernah merasa diterima apa adanya. Entah karena agama. Karena pilihan karir. Karena berat badan. Karena orientasi seksual. Karena suka salah ngomong.
Makanya gue juga gak bisa nerima orang apa adanya.
Mungkin dunia akan lebih indah kalau orang-orang lebih nerima satu sama lain apa adanya. Mungkin nggak.
Mungkin harus dimulai dengan gue menerima kalau dunia memang begini adanya.
Dan gue memang begini adanya.
Bah. Kok jadi basi. Terlalu bijaksana.
Mungkin bukan diterima, tapi diketawain ajalah. Lebih cocok buat orang-orang tak bijaksana seperti gua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar