Rabu, 06 April 2016

Shaking Tebet

Gue tertidur dilindungi tirai dim out dari kelap kelip gedung sebelah yang sepertinya gak lelah-lelahnya bekerja. AC dipasang ke mode Auto Econavi 24 derajat, suhu yang pas untuk mendengkur di malam sejuk imbalan setelah siang yang terik.

Gue membayangkan hari ini. Hari ini gue tidak keluar dari kotak ini.

Untuk apa?

Mau makan, tinggal pesan. Mau kerja, tinggal buka laptop. Mau bercakap-cakap, tinggal telepon. Mungkin hanya gempa yang akan membuat gue keluar dari kotak nyaman gue, seperti Hikikomori di film Shaking Tokyo.

Lalu tempat tidur gue berderit-derit. Sinar-sinar gedung sebelah yang berhasil menyelinap ke langit-langit memanjang, sepertinya gedung ini sedang membungkuk.

Gempa?

Gue melonjak dari tempat tidur, memeriksa Google apakah barusan gempa tapi sinyalnya tak even H+. Gue buka balkon. Kolam renang di bawah sana tetap tenang, tak bergejolak. Satpam-satpam masih santai memandu parkir mobil-mobil yang tak perlu dibantu, berharap dua ribuan.

Masa sih yang tadi bukan gempa? Gimana kalau ada gempa susulan?

Google tak kunjung menjawab. Ya gue tidur lagi aja.

Ternyata gempa pun tak mampu membuat gue keluar dari kotak ini.

Baru ingat, di film Shaking Tokyo juga dia akhirnya keluar bukan karena Tokyo gempa.

Karena cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar