Hari ini kelompok yang gue mentorin menang lagi. Untuk ke tiga kalinya berturut-turut. Yang batch sebelumnya gak menang, tapi film mereka jadi satu-satunya yang terpilih masuk sebuah festival.
"Yah kebetulan gue dapet anak-anaknya selalu yang niat," kata gue.
"Ah kalau menurut gue tergantung mentornya kok anak-anaknya jadi niat atau nggak," kata mentor lain.
Tentunya hanya satu yang ngomong gitu. Yang lain menganggap gue beruntung saja. Jadi memang gapapa gue gak ngajar lagi di workshop kali ini.
"Lo tuh bisa ngajar! Ilmu tuh harus dibagi," katanya mencoba menyemangati.
Tapi malah mengingatkan gue ke hari-hari gue ngajar di sebuah universitas.
Seorang anak bertanya, gue suruh google aja. Jangan apa-apa nanya gua. Dia membalas dengan membuat sinopsis tentang seorang filmmaker wannabe yang kebetulan jadi sutradara karena gak ada yang lain yang bikin film. Maksudnya gue, kayanya.
Lalu ada juga anak lain yang merasa gue permalukan karena gak boleh punya dua DoP. Dua DoP menunjukkan dia gak punya visi filmnya butuh look DoP seperti apa, dan gak punya kepemimpinan untuk bikin salah satu temannya gak ngotot jadi DoP. Dia yakin gambarnya akan luar biasa dengan punya dua DoP.
Melihat hasil filmnya, at least nih anak bisalah jadi videografer prewed. Tentunya kalau client-nya mau kerja ama videografer muka jutek.
Ada juga seorang anak yang menurut gue berbakat dan gue kasih workshop gratisan 3 wiken berturut-turut. Di hari seharusnya ngumpulin script, dia gak ngumpulin script karena memilih ngerjain proyek KAA yang duitnya lebih gede.
Mereka-mereka inilah yang muncul di kepala gue tiap gue disuruh ngajar. Padahal banyak anak lain yang menginspirasi gue. Ngajarin gue after effect. Ngajarin gue ketawa-ketawa. Ngajarin gue kerja sama. Andaikan yang gue ingat mereka, pasti gue akan lebih semangat mengajar.
Ya ingat merekalah. Gitu aja kok repot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar