Kamis, 11 November 2010

Seni

Hari ini pertama kalinya gue menonton sebuah pertunjukan teater di komunitas seni terkenal di Jakarta.

Pengen tertidur, rugi udah bayar 100 ribu. Pengen nonton, tak tahan ingin memaki.

“Give me back my 100ribu!”

Not my 100 ribu. Gue dibayarin Bang Ucok. So it’s not mine to ask.

“Give him back his 200 ribu!”

Gak bisa. Pertunjukan sudah usai. Tirai sudah turun.

Wait. No tirai di teater ini. Maklum teater dadakan di gedung serba guna.

You shut up sajalah. Masih untung ada teater. Namanya juga seni di negara berkembang.

Penyuluhan AIDS campur sinetron ini menyebut diri seni?

Gue gak ngerti apa itu seni. Tapi kalau teater inilah yang kita sebut seni,
seni menjadi kehilangan kuasa menarik simpati.

Seni itu membosankan.

Seni itu tidak bisa kupahami.

Seni itu eksklusif, hanya untuk kita yang berbudaya dan pintar.

Adakah seni untuk masyarakat bodoh sepertiku?

Aku butuh seni yang tidak sombong. Seni yang bisa membuatku tertawa. Seni yang membuatku merasa.

I need my Little Miss Sunshine.

Seni, kalau kita masih tinggi hati dan tidak mau mendengar mereka, hanya sibuk mendengar apa yang bagus di kita kita kita dan Eropa, lama-lama kita akan semakin tidak berseni.

Aku kangen karismamu, Seni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar