Sabtu, 31 Juli 2010

divine comedian.

"Kenapa si Cina nggak menjelaskan ke Annisa kalau Yesus itu Tuhan, bukan manusia?" tanya salah satu penanya yang gak terima Tuhannya tidak dibela Cina dalam suatu scene cin(T)a.

"Maaf ya ama teman-teman yang Islam," sambungnya lagi.

Gue malu ke teman-teman Islam gua: Saira dan Sali. Kok pertanyaan seperti ini muncul di diskusi gereja?

Tapi gue teringat gue 3 tahun lalu. Gue yang mengutuki dunia. Gue yang marah. Gue yang tersinggung Tuhan gue dihina, seakan Tuhan memang bisa dihina. Gua yang ignorant, malas membaca alkitab sendiri, tapi penuh emosi. Mau tak mau gua memaklumi dia menyadari gua juga sama aja.

Pertanyaan seperti ini tidak boleh gue jawab dengan jawaban. Gue menjawab dengan pertanyaan.

"Apakah semua orang Kristen mengatakan Yesus itu Tuhan?"

Sebelum dia sempat menjawab dan membuat another scene putar-putaran seperti setiap kali gua ngomongin Tuhan, Tuhan menjawab.

Mati lampu.

Huahahahhahahhahaleluya.

Gue tertawa haleluya.

Tampaknya Tuhan juga setuju, gue tidak usah menjawab pertanyaan ini.

Di sela-sela kegelapan, si anak dan teman-temannya menghampiri gua, masih terus berusaha membela Tuhan.

"Kita perlu ngasih tahu ke orang Islam kalau Yesus itu Tuhan. Selalu itu yang sering dipakai untuk menyerang kita."

Gua cuma tersenyum dan berdoa.

Tak ada kata-kata yang bisa melembutkan hatinya. Apa pun yang gua jawab dia gak akan mengerti kalau Tuhan tidak perlu dibela.

Jadi gue berlalu tanpa memberi dia jawaban yang memuaskan. Dia harus disakiti, menyakiti, dan mengerti sendiri.

Gua turun, masuk mobil, dan menghidupkan mesin.

Dan lampu gedung menyala kembali.

Huahahhahahahha.

"Tuh kan. Gue bilang juga apa. Paling bener tuh Tuhan versi gua," kata Sali tertawa-tawa.

Bagi Sali, Tuhan bukan sutradara dan bukan arsitek. God is a comedian.

Comedy is all about timing. It's an art of kapan berkata, kapan diam, dan kapan menampar.

The timing.

The precision.

That's what makes a slap on Srimulat a comedy, not a tragedy.

As an epilogue to our todays comedy, panitia memberi kami amplop berisi 200 ribu rupiah.

90 ribu untuk tiket sunny dan jihan kembali ke jakarta.

"Sisanya cuma 110 ribu. Emang bisa buat makan-makan?"

Gampang.

Plan busuk 1: diam-diam tinggalin Jihan. Biar Jihan yang nambahin sisanya, berhubung dia paling kaya sekarang.

Plan busuk 2: Sali nggak usah makan.

Malam itu dihabiskan dengan makan malam penuh tawa bersama teman-teman Islamku yang tidak pernah menganggap Yesus Tuhan, tapi tetap disayang Tuhan.

Hampir tengah malam. Bon diberikan.

109 ribu. Sisa seribu untuk parkir.

Ternyata Sali yang benar.

God is a comedian.

4 komentar:

  1. Hmmmm.................TUHAN YANG MAHA PUNKROCK........whatever lah....yang penting lewat film cin(T)a saya udah sadar dengan ke director-annya TUHAN.....thanks buat film nya yang bagus mbak....

    BalasHapus
  2. konsep yang menarik, mmhmm... paling gak pencari Tuhan gak perlu mengerutkan dahi lagi membaca Karen Armstrong dan bisa segera beralih ke blog ini :-)

    BalasHapus
  3. ka sam, kemarin filmnya yg Naughty Matahari juara 3 di TKMT (Temu Karya Mahasiswa Film dan Televisi se Indonesia). salam dari Ka Uli. =)

    BalasHapus
  4. kakaaaaa..
    aku suka banget ilustrasinya..
    nice :)
    God is A Comedian..
    dan aku bru sadar,,bner juga yaaa..
    bener ato ngga..percaya ato ngga..
    abis kk n rombongan turun,,lampunya nyala lagi..
    hahaha :D
    mungkin benar,itu "tanda" sekaligus "pertolongan" dari Tuhan jadi kk ga perlu jwab pertanyaan ituh haha..cukup dengan kalimat2 diplomatis saja hahaha..
    bagian yg paling aku suka..
    "Tuhan ga perlu dibela"
    b^^d
    what a nice refelction..thanks for sharing,ka ^^

    BalasHapus