Selasa, 20 Juli 2010

27 club

"Lo masih perawan?"
"Menurut lo?"
"Mmmm... masih."

Damn. Sejak kapan jadi perawan di negeri ini jadi begitu memalukan?

"Abis gue gak pernah liat lo jalan ama cowo."
"Bisa aja ama cewe."
"Mmmmmm..." Dia mengamati gue lebih seksama. "Masih."

Berlalu sudah hari-hari di mana gue bisa dengan bangga berkata gue masih perawan. The days when I was forever 21.

Today is the day when being a virgin berarti lo gak laku-laku.

Gue langsung menyekap abang-abang terdekat, and get him to fuck me.

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gua masih berbudaya. Gue duduk manis di sana, mendengarkan dia menganalisa.

"Kayanya lo gak bakalan kawin deh. Abisnya kayanya lo terlalu bahagia sendirian. Independent."
"I don't mind ditemani lho."
"Kayanya cowo susah nemenin lo."

Siapa yang butuh ditemani? Gue cuma butuh ditiduri.

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gue masih berbudaya. Gue menjawab dengan harga diri seorang perawan tongtong.

"Masa sih satu aja gak ada yang kuat? Gue cuma butuh satu kok, gak butuh semua cowo di dunia bisa tolerate gua."

Kata gue menebar konsep utopia, di mana ada seorang lelaki yang cukup kuat ditinggal-tinggal gua, dan cukup kuat mengangkat gua to our four poster nirvana.

Gue coba menyalahkan orang tua. Mungkinkah gue gak berhasrat menikah karena gak pengen jadi kaya mereka?

Lalu gue menyalahkan dunia. Mungkinkah gue tak berhasrat menikah karena gak pengen basi kaya pasangan lainnya?

Lalu gue menyalahkan masa remaja. Mungkinkah gue tak berhasrat menikah karena trauma ditolak dia?

Lalu gue menyalahkan marie france. Mungkikah gue gak berhasrat menikah karena body tak kunjung biola?

Lalu gue menyalahkan usia. Mungkin ini ulah hormon usia 27, yang merongrong gue untuk mendefinisikan sebuah identitas.

Siapa gua?

Udah ngapain aja gua?

Aw I worth living?

"Usia 27 itu gue paling chaos. Tiba-tiba pengen berhenti kerja, pindah kota, tanpa jaminan yang jelas. Temen gue yang paling kulkas sampai ngelus2 kepala gue... kayanya kasihan liat gua." kata Sali.

Tapi untungnya bagi Sali, hormonnya membawa dia ke Jakarta, bertemu dengan Aji, si pengisi hidupnya. Sekarang hidup sali (dan kuping kami juga) dipenuhi aji aji dan aji.

Kurt Cobain, Jim Morrison, dan lain-lain tak seberuntung Sali. Mereka akhirnya bunuh diri dan bergabung menjadi anggota 27 club.

Sudah 56 hari gue berusia 27. Gue masih punya 309 hari untuk menentukan gue akan bergabung dengan 27 Club atau dengan Sali.

Is life really about menanti Aji?

Ugh... ugh... ugh...

Untungnya gua masih berbudaya. Ugh ugh ugh gua tunda sampai gua sendirian di sana.

Berbudaya tapi sengsara... sampai kapan aku terus merana?

Sampai casting berikutnya tentunya =D Selama mentari masih indosat, dan telkomsel belum sepenuhya singapura, aku akan tetap menantimu hai lelaki berdada bidang dan bertulang rusuk yang hilang.

I'm yours.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar