Sabtu, 19 September 2009

A Story I Care Most About

“Why did you make cin(T)a?” Tanya Roland Samosir, amang gila yang rela duitnya dipertaruhkan para penjudi takdir di cin(T)a.

“I guess I just had too many anger that time,” jawab Sammaria sambil menyeruput juice melon dingin di tengah udara utara Bandung yang konon menusuk tulang, tapi tak mampu menusuk lemak Sammaria.

“And what are you angry about now?” tanyanya lagi.

“Nothing. I am not angry anymore. I guess making a movie is really a good therapy for my soul,” jawab Sammaria jujur... sambil melirik daftar menu siap2 mesen lagi.

“Not angry, but hungry, huh?” celutuk amang Samosir melihat Sammaria melambaikan tangan ke arah pelayan.

“Not really hungry for food. I am hungry for something warm... Like hot chocolate..., “ kata sammaria pada si pelayan.

Lalu Sammaria menoleh sok misterius pada amang, “and hot boys...hehehehhe.”

But her ‘hehehehe’ ternyata ditanggapi serius oleh si amang. Amang malah melipat tangan dan menutup mata.

“I think this should be your next movie,” tutur amang tiba2 dapet wangsit.

Sammaria bengong. Amang tetep bersabda, “About an unconventional Indonesian women trying to find a husband with the background of her sister getting married.”

Petir menyambar di kejauhan.

Sabda amang, sesuatu yang jujur dan dari hati itu pasti akan relate dengan orang banyak. The reason why cin(T)a speaks to so many people is because it came from the heart... no matter how dark and painful that heart was.

Thus spake amang. She doesn’t think so.

Bosen ah nyeritain diri sendiri. Masih banyak perkara lain yang lebih penting di dunia ini. Banjir Bandang di Madina. Desa yang longsor karena kades korup. Perjuangan ibu nyelamatin anaknya di Gaza. Something more important like Yasmin Ahmad’s blog. She writes so much about all the important things in this world. Sammaria gak mau filmnya cuma tentang cewe gak laku-laku pengen kawin gara2 kakaknya kawinan.

Sammaria bercerita tentang ini ke kakaknya. She can’t help noticing the excitement in her sister’s eyes. Even the idea of having a character based on the sister really makes her tersanjung 6. Si kakak nggak ngomong... tapi bibir atasnya merapat dan gigi tonggosnya (despite of years of kawat gigi) menyembul ke luar. Gigi yang gak bisa disembunyikan tiap si kakak senang. Makanya si kakak nggak bisa boong dan gak bisa ikutan maen film walaupun cuma jadi ekstras jualan pulsa.

“Ah kau! Kutu di seberang lautan kau cari. Gajah di depan mata kau tak lihat,” sungut si kakak masih sakit hati karena foto2 di kamarnya diturunin semua pas shooting cin(T)a. Alhasil kamarnya tenar, foto doi nggak.

Habisnya penonton Indonesia lebih prefer kutu daripada gajah. Kalau pake gajah kayak si kakak, bisa2 gak laku filmnya.

“Aku pun mau maen pilem lah... Kalo belon, tak mau dulu aku mati,” sahut Opung Sammaria yang tak kalah gajah. Kalau gajah yang ini susah ditolak. Mending kalau cuma dikutuk jadi batu. Bisa-bisa supply Batak ganteng berkurang.

Terpaksalah Sammaria mengangguk.

“Tapi nanti mami pake baju apa ya?” tiba-tiba Mak Gondut udah milih2 baju di depan lemari 10 meternya tapi tetep ngaku gak punya baju tiap ada kawinan. Ternyata Mak Gondut juga sudah kegeeran bakal diajak shooting.

“Enam bulan lagilah kita shooting. Biar kuturunkan dulu berat badan,” kata Kak
Melda, another Boru Juntak yang tak kalah gajah dan tak kalah menyeramkan kalau sampai ditolak ikutan.

Jadi film ke dua Sammaria sudah diputuskan sebelum Sammaria sempat berkata tidak. Ternyata tidak hanya perkawinan di Batak saja yang ditentukan orang tua. Film tentang perkawinan di Batak pun ditentukan orang tua.

Sammaria merenung berusaha mencari inspirasi. Tiba2 sebuah message di facebook nongol.

Dari si Kunyir, si nyinyir 30 tahun yang belon kawin2. Kunyir ngirimin foto hasil eksperimen dia biar Sammaria bisa makan chocolate fondant kesukaannya yang cuma ada di Jakarta. Mencium baunya aja Sammaria udah goyang-goyang ekor.

Sontak Sammaria terharu. Bau chocolate fondant tidak lagi begitu ngangenin. Tiba-tiba Sammaria malah kangen semilir minyak tawon si Kunyir yang selalu bikin bau satu kamar tiap nginep bareng Kunyir.

Sammaria looked back at her laptop, trying to write something important.
But what is important to her?

Si Kunyir, mbak2 nyinyir 30 tahun yang belum kawin2 because of some mas-mas autis who cannot see how beautiful she is.

Si Kunyil, neng2 geulis bin ajaib yang cuma pernah 2 kali jadian di hidupnya while she deserves better than those two snobs.

Mak Gondut, mak comblang nomor wahid yang kesusahan nyomblangin anak sendiri.

Opung Mak, nenek2 yang mulai halusinasi karena kurang temen ngobrol semenjak suaminya meninggal.

Si Chica, singa galak yang ngakunya galak karena belum kawin2 (dan pas mo kawin tetep galak karena stres mo kawin)

These are the people important to her. If making a movie based on their characters put a bit of light in their eyes, then this is a story she should write.

But what about the intersex director that fight for human being? About some hungry people in Gaza? About helping the flood victim in Medina? About all those important stuffs in this world?

I guess some important people will write about them.

So this is my next story.


A story about an unimportant Indonesian girl, in search of a perfect love, but never feels less important, because she was surrounded by those she loves, the unimportant people of the world.

1 komentar: