Minggu, 20 September 2009

5.1

“Krrralau tttujuh pulruh mrrenit fffilmnya langggsung happpprrry endrrring, ntar garrkkk serrrru,” tutur robot Annisa sambil memeluk cyborg Cina pada saat premiere cin(T)a di Blitz Bandung.

Buyar sudah kenangan nikmatnya menonton cin(T)a dengan suara bening dan gambar jernih seperti pertama kali menyaksikan cin(T)a di layar lebar National Film Theater London. Premiere di Bandung jadi special edition banget karena... Annisanya blasteran Jawa – Transformer!#?!

Itu cuma sebagian kecil dari cacat suara akibat sutradara bego gak tahu kalau encoding suara dari stereo ke 5.1 itu beresiko tinggi gagal. Akibatnya satu setengah jam premiere menjadi lebih menegangkan dari nonton film action dan menyengsarakan buat sutradara dan produser cin(T)a yang berpelukan duduk di barisan depan dengan posisi ‘get a room’. Tiap suara delay dan Annisa merobot, sutradara menangis-nangis sambil menggigiti produser yang coba menenangkan sambil juga meraung-raung bersama.

But the show must go on! Film gak bisa diberhentikan. Dan sutradara gak boleh keluar,dipaksa menyaksikan her baby transformed into some sci-fi robotic movie. Habislah si produser biru-biru digigiti sutradara selama 79 menit pemutaran.

Untungnya hari itu yang menghadiri premiere adalah keluarga dan calon keluarga kru dan cast, kaum-kaum ‘terpaksa nonton’ yang gak akan mencela film ini karena besarnya cintanya pada kami, filmmaker-filmmaker bodoh ini. Jadinya gue masih punya waktu seminggu sebelum cin(T)a dillepasin ke piranha-piranha film Indonesia minggu depan !

Sejak hari itu sutradara punya hobi baru: Test screening.

Tiap jam 8 pagi sebelum Blitz buka, dan jam 1 pagi setelah Blitz tutup, sutradara terlihat berkeliaran di Grand Indonesia dengan mata hitam tanpa bantuan eye liner. Bahkan pernah suatu hari test screeningnya disusul sprint naek busway ke Blok M di mana wartawan-wartawan udah pada nunggu untuk press conference.

Sammaria terlambat 5 menit, gak sempet pake eye liner, keringetan, bau terminal, dan langsung disambut dengan tuduhan menghina Tuhan dan berusaha membuat agama baru oleh salah satu wartawan. Ngiiik...

Diakhiri dengan tidak jadinya interview cin(T)a ditayangkan di dua televisi nasional Indonesia karena produser mereka merasa isu cin(T) a terlalu sensitive. Batallah program cari jodoh Sammaria di media nasional.

Ditambah dua surat dari organisasi masyarakat kepada LSF yang menyarankan agar cin(T)a ditarik dari peredaran, pemutaran cin(T)a terancam ikutan dibatalkan.

Selain lulus sensor, cin(T)a juga harus lolos test screening Blitz. Kualitas suaranya sudah lebih mendingan dibandingin pas premiere Bandung, tapi masih belum lolos standard screening komersial Blitz.

“Kalau Tuhan mengizinkan, biarlah film ini ditayangkan. Kalau nggak, ya nggak apa-apa.”

Sammaria, Kunyil, dan Kunyir: tiga mbak-mbak pencari jodoh dengan dalih promo cin(T)a cuma bisa pasrah.

“Masa sudah tiga kali test screening gak lulus juga?” kata si Kunyil nyinyir di suatu pagi buta sepulang test screening, berusaha menirukan salah satu adegan cin(T)a yang di-dubbing si Kunyir. Si Kunyir yang disangka sudah tidur tertawa tanpa suara di pojok sana.

Akhir cerita, trimbakentir tetap tertawa. Some invisible hand save their kere ass from trouble. Pihak Bllitz setuju menayangkan cin(T)a dengan suara stereo walau dengan resiko harus terus merubah setting karena setting cin(T)a tidak standard.

Untungnya filmnya laku, jadinya Blitz agak heppi dikit. Dan untungnya Cina dan Annisa cakep, jadi banyak penonton yang masih mentolerir kualitas suaranya yang kadang-kadang mendem di beberapa studio.

Banyak juga sih yang galak... huhuhu maafkan.

Next time... when we have more money... and more knowledge... and more wisdom... I’ll make sure we have a proper sound man. Janji gak bikin pusing sound editor lagi.

Tapi kalo gak bikin biru-biru pak produser, gak janji ya... Karena ternyata enak juga gigit-gigit produser... Nyum... nyum... krauk...=D

1 komentar:

  1. Gigit produser! Kembalikan scene kami! kuasai media malam ini! mobilisasi mahasiswa! bakar ban!

    BalasHapus