Rabu, 29 April 2009

MENULIS FILM CINTA

“Gue pengen bikin film cinta yang dewasa,” seru gue penuh iman dan keyakinan.

Dan Sali pun tertawa.

Huahahhahaha. Cinta yang dewasa tuh kayak apaan sih? Gue keukeuh pokoknya harus cinta yang dewasa. Yang tidak menuntut. Yang gak mendominasi satu sama lain. Sally akhirnya berhenti tertawa gara-gara gue pelototin.

Gara-gara gue berusaha bikin cinta yang dewasa, sementara pengalaman cinta dewasa gue cuma sebatas baca Anthony Giddens dan Paulo Coelho, draft 1 film cin(T)a jadi super basi dan cupu. Gue berusaha memasukkan semua idealisme gue ke dalam tokoh Cina yang masih ABG dan belum seharusnya dewasa. Dia harus nyinyir dulu baru nanti dia bisa ikhlas. He has all the freedom to be nyinyir and demanding . It’s a privelege of an 18 years old boy.

Setelah gue edarkan film ini ke beberapa tokoh yang gue anggap kompeten, semuanya punya tanggapan berbeda-beda. Ada yang menganggap gue Kieslowsky berikutnya. Ada yang gemes pengen ngambil cerita gue dan di-shoot ulang karena gue menyia-nyiakan tema yang keren. Tapi semuanya merasakan hal yang sama: Anger. Pernyataan paling mewakili mungkin adalah .... film ini adalah sebuah pertanyaan putus asa.

Film ini adalah sebuah pertanyaan putus asa dari seorang warga negara yang muak dengan agama dan kepura-puraan di sekitarnya. Pertanyaan putus asa dari seorang warga negara yang muak dengan topeng-topeng saleh yang menganggap dirinya atau agamanya lebih baik dari orang lain. I just realized how much anger I had. Untung gue gak bisa bikin bom, jadi bikinnya film.

Man! Dua karya pertama gue ternyata dimotivasi amarah! Padahal gue pengennya bikin film kaya Shawshank Redemption, Little Miss Sunshine, History Boys, Crash, and all other inspiring movies. Pantesan gue gak bisa bikin karya kaya gitu. There are just too much negative energy in my soul to energize a postive energy to others.

Gue baru mengerti kenapa they call it film making. Film is life. So film making is basically life making. In order to learn to make film, I have to learn to live. Pantesan banyak sekolah film di Amerika baru mengajarkan directing sebagai bahan S2. I really need to learn life first, then I can direct. Otherwise, I will be just a visualizer, not a director.

But I hope these two works are enough to get the bad energy out of my system. I am ready to make something I am more shaped to do: menebar benih-benih cinta.

Oh cinta, come to mama! I am ready to love you now. Huehehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar