Rabu, 29 April 2009

Annisa-Annisa Di Kontes Kecantikan Ibu Kota

“Gue dah dapet Annisa!!!” teriak Sammaria menggetarkan nyali seluruh penduduk Sembian Matahari Film.

Ruang sempit yang diiisi 4 poster film di salahsatu dinding itu hening beberapa saat. Jangkrik pun berhenti berderik sesaat, ikut tidak percaya dengan pernyataan Sammaria.

Lalu para pejuang tim casting dan jangkrik itu menghela nafas panjang setelah lebih dari 4 bulan menahan nafas akibat tidak juga menemukan sang putri utopia ciptaan Sammaria. Yang ini kurang cantik. Yang cantik kurang pinter. Yang pinter kurang menjual. Yang menjual, kurang kurus.

“Kalo ginian, mending gue yang jadi Annisa!” lanjut Sammaria sambil memamerkan lemak di kiri kanan pinggangnya yang konon dianggap seksi di jaman Monalisa.

Tapi akhirnya pencarian jarum di jerami itu berakhir setelah Sammaria bertemu dengan Rainy.

Rainy memang berbeda dengan cewe cantik lainnya yang mereka casting. Dia tidak hanya pintar, tapi juga charming dan rendah hati. Species wanita langka yang bikin wanita lain ingin mempunahkan demi terjaganya kestabilan stock lelaki.

“Rainy dan Sunny! Kebetulan banget gak sih? Emang udah rencana Tuhan nih kayaknya.” Seru Sammaria euphoria sambil menempelkan data casting kedua pemeran utama pilihannya di board depan ruangan.

Sunny dan Rainy. It’s too good to be true. Bahkan sampe membuat Sammaria percaya ada Tuhan yang cukup kreatif menciptakan dunia ini. Terdengar seperti nama karakter fiktif di sebuah chicklit murahan, cetakan penerbit remaja kodian. Tapi ini bukan fiksi. Sunny dan Rainy akan memerankan tokoh Cina dan Annisa dalam film pertamanya.

“If it’s sunny and rainy at the same time, you’re gonna have a rainbow!” seru sebuah YM dari Winda di ujung kota lainnya.

Sammaria sudah tidak sabar melihat pelangi.

“Kapan kita tanda tangan kontrak ama Sunny dan Rainy?”

“Sabar, Bo. Kita harus nego harga dulu ama mereka,” jawab Mas Adi Panuntun pusing karena pilihan Sammaria ternyata pemenang salah satu kontes kecantikan ibukota. More money.

Sammaria sudah tidak sabar untuk memulai proses rehearsal. Sunny dan Rainy akan menjadi pasangan yang lebih legendaris dari Cinta dan Rangga.

+++


When it rains, it really does pour.

Rainy mengundurkan diri.

Sammaria masih bengong sendirian sepeninggal Rainy. Sammaria terlihat sangat kecil terduduk di antara dua pilar neo Klasik Campus Center putih ITB yang menjulang tinggi, terpuruk dengan keputusan Rainy. Manusia lalu lalang di depannya. Dunia terus berputar, seakan tidak peduli dengan hidup Sammaria yang berhenti beberapa menit yang lalu.

“Kita semua tentunya ingin film ini mencapai hasil yang maksimal. Karenanya, untuk kebaikan semua pihak lebih baik gue mengundurkan diri daripada gue menjadi penghambat di proyek ini,” tutur Rainy dengan bahasa yang sopan dan diatur hasil polesan setahun menjadi pemenang salah satu kontes kecantikan ibukota.

“Anjing! Lo harusnya ngomong gitu dari dulu pas kita nego harga dan jadwal! Bukan pas shooting tinggal sebulan lagi, goblog!” teriak Sammaria sambil melancarkan turbo kick bertubi-tubi ke dada dan pipi Rainy. Tubuh semampai indah itu terkapar tak berdaya, terjatuh terguling-guling sampai di bawah tangga. Sehabis ini, Rainy pasti tidak bisa melenggang indah di panggung catwalk lagi.

Untungnya Sammaria masih berbudaya.

“Gue menghargai keputusan lo. Tapi coba pikirin lagi,” tutur Sammaria ikutan bijak dengan senyum politik paling tulus yang bisa ia pamerkan. Siapa bilang sutradara tidak bisa akting.

“Ntar gue telepon lo lagi setelah gue pastiin jadwal gue,” jawab Rainy mengakhiri pertemuan mereka.

“Tai! Gue tahu lo gak bakalan berani nelpon gue lagi!” teriak Sammaria sambil memberondong tubuh Rainy dengan AK - 47. Rainy berenang gaya punggung sejenak di udara sebelum akhirnya terkapar jatuh menghantam paving block.

Tapi Sammaria masih berbudaya.

Sammaria terseyum sambil memandangi tubuh 172cm yang semakin lama semakin mengecil, dan menghilang menjadi sebuah titik di kejauhan.

“Dor!” sahut Sammaria lemah sambil mencoba menembak titik Rainy dengan pistol jarinya. Tapi titik kecil itu tetap mengecil dan akhirnya lenyap.

Setetes air mendarat di pipi Sammaria. Sammaria menengadah memandang langit mendung yang seakan-akan turut berduka cita dengan kegalauan hatinya. Beginilah akibatnya kalau bekerja pakai hati. Kalau gagal, rasanya lebih sakit daripada putus cinta.
Kalau putus cinta sih gampang, tinggal cari lagi. Kalau diputusin aktris, lebih susah karena melibatkan waktu masyarakat banyak dan modal yang tidak sedikit.

Lebih banyak tetes air mendarat di pipi Sammaria. Manusia-manusia tidak lagi lalu lalang di depan Sammaria. Semuanya sudah mencari tempat berteduh, tidak sudi rambut salonnya keguyur hujan.

Sammaria tetap terduduk, membiarkan tetes demi tetes rainy membasahi tubuhnya. Kebetulan. Biar air mata yang menetes deras dari matanya tersamar oleh air hujan. Sammaria terlalu banyak terkena Efek Rumah Kaca, membuat hati Melayunya semakin mendayu-dayu.

Sammaria tidak ingin orang lain melihatnya menangis. Mengangis kenapa? Gara-gara cewe kaya Rainy doang? Kaya gitu doang sih sepuluh juga bisa langsung dapet di pasar.

Tapi pasar mana? Rainy itu sempurna. Air mata Sammaria tambah deras memikirkan proses casting panjang yang harus dia lewati untuk menemukan Annisa yang lebih sempurna dari Rainy. Lebih baik mati saja.

Sammaria mendekati ujung lantai, siap mementalkan tubuh gempalnya ke lantai dasar.
Untungnya tiba-tiba Sammaria teringat komedo di hidung Rainy.

Memang sepertinya ini petunjuk. Rainy kurang sempurna untuk peran Annisa. Nanti Sammaria gak bisa banyak pake shot close up. Sementara wide shots will cost her more.

Sammaria menghapus air yang terus mengguyur wajahnya. Sammaria needs revenge. Sammaria harus menemukan Annisa yang lebih sempurna dari Rainy, membuat film terbaik Indonesia, dan mati ketawa melihat wajah penuh penyesalan Rainy saat diundang ke premiere.

Anger really corrupted her soul.


PS: cerita di atas kayanya fiktif belaka. Jika ada kemiripan nama dan tempat peristiwa, mungkin memang disengaja.


+++


It’s rainy day. Hallelujah.


Setelah beberapa hari terpuruk di kamar menangisi kepergian Rainy, Sammaria bangkit.
Yang terpikir pertama kali di benak Sammaria adalah seorang cewe yang juga pernah menang si kontes kecantikan ibu kota sebelum Rainy. Hayu adalah salah satu cewe paling cantik dan anggun yang pernah dikenal Sammaria.

“Hi, I’m a new inbound from India,” sapa Hayu ramah saat pertama kali bertemu Sammaria yang duduk di sebelahnya pada suatu acara Rotary Exchange Program di Jakarta.

Sammaria terkesan dengan inbound India yang cantik dan ramah ini. Sammaria menceritakan tentang Indonesia dalam bahasa Inggris dengan bersemangat.

“This is combro, our traditional food from West Java.”

“Interesting,” jawab Hayu penuh antusiasme.

Sammaria pun kembali beredar menyapa teman-temannya yang lain yang sudah setahun tidak dijumpainya sejak Rotary ke Amerika.

“Liat deh ada inbound dari India. Cantik banget. Baik lagi,” tutur Sammaria pada Ama sambil menunjuk ke arah Hayu yang sedang tertawa-tawa bersama sekumpulan teman lain. Ternyata selain cantik, dia juga jago bergaul. Baru sampai sebentar di Indonesia, dia sudah punya banyak teman.

Ama menoleh melihat ke arah yang ditunjuk dengan heran.

“Itu kan Hayu, baru pulang dari Jepang.”

Monyet! Ternyata Hayu dkk lagi ngetawain gue. What the hell was I doing explaining combro to an Indonesian... in English???

Cantik, anggun, jago menipu. Exactly the type that would be perfect for Annisa. Tanpa casting, gue tawarin Hayu jadi Annisa.

“Ada adegan ciuman??? Lo mau bikin gue cerai?” reaksi Hayu pertama kali gue tawarin. Damn. She’s married now. Two years too late.

Hayu menyarankan beberapa temannya yang juga jebolan kontes kecantikan ibukota dan satu junior kita di Rotary yang ternyata baru saja menjadi finalis salah satu kontes kecantikan ibu kota lainnya, Saira Jihan.

What’s with all this kontes kecantikan ibu kota? Kenapa somehow mereka yang cocok jadi Annisa adalah mereka yang telah dididik di kontes-kontes ini? Mungkin cuma mereka yang telah merasakan seminggu dikarantina tersenyum inilah yang bisa mengerti senyum Annisa.

Bukan senyum terpaksa. Bukan senyum takut dicela wartawan. Bukan senyum takut dikritik juri. Bukan senyum takut menyinggung perasaan orang lain kalau tidak tersenyum. Tapi bukan senyum yang tulus juga. Senyum Annisa... susah digambarkan dengan kata-kata. Senyum yang menyimpan sejuta misteri dan seribu kepedihan. Seyum yang bikin cowo-cowo pengen meluk dan melindungi Annisa dari segala perih dunia.

Aihhhhh mulai kan gue melayu mendayu-dayu. Gue ajalah jadi Annisa. Senyum doang bisalah gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar