Rabu, 30 Juni 2010

Tiada Dina, Cina Pun Jadi

Hari ini Dina nikah. Aku nelangsa.

Bukan karena gue naksir Dina _ although I do think she is gorgeous (kalau lagi gulung-gulung kabel di panggung)_ tapi karena gak ada yang nemenin gue milih baju ke nikahan Dina.

Wedding is always a nightmare to me. Biasanya Dina will come to save me from a fashion disaster. Today, dia sibuk didandani . So I am left alone fighting this battle of satin vs cotton.

Tiba-tiba datang sms dari seorang anak terlantar, Cina Coon, yang terkatung-katung di bandung tak tahu hendak ke mana.

Tiada Dina , Cina pun jadi.

Bersama Cina, aku tamasya ke Rumah Mode.

"Nggak ada korset ya, Tit?" tanya Cina takut digebuk sambil melirik baju XL yang menyempit di bagian perut.

Monyet. I'll let him go this time. Daripada ntar malem gue dinyinyirin pengantin akibat kurang trendi.

Akhirnya terpilihlah sebuah dress agak longgar masa kini dilengkapi sabuk hitam penyamar lemak perut. Gue berangkat ke medan perang telat satu setengah jam yang ternyata masih saja dipenuhi mahkluk cakep se-Bandung Raya.

Untung perut besar sudah tertutupi sabuk hitam. Jadi gue bisa tampil pede menaiki podium, menyalami Dina yang hari ini tampak gorgeous walau tak sedang gulung-gulung kabel.

"They both are so small. I thought she will pick someone dark tall and handsome." kata Kathy yang jauh2 datang dari Singapur untuk ke kawinan dina dan dini (not them together, dini is on the next day).

Gue jadi baru menyadari betapa kecilnya erias, suami dina.

Then I did langsung naksir dina. Because she doesn't pick someone dark, tall, and handsome. Plus she looks gorgeous kalau lagi gulung-gulung kabel juga tentunya.

Great wedding, erias. You are one lucky little guy.

Have an even greater marriage. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar