Teng teng teng!
Bunyi jam nenek dua belas kali, beriringan countdown twitter @demiucokfilm, menandakan Juli telah berlalu. Selamat datang Agustus 2012.
Agustus tahun lalu gue lagi dibayar 600 dollar per hari dan disayang Bang Ucok dan Kak Ria.
Tahun ini berbeda.
No better or worse. I just knew me more and more each day.
7 bulan dan 10 hari yang lalu, gue memulai mencari 10 ribu coPro untuk film Demi Ucok. Hari ini, gue siap memulai chapter baru bersama 2300 coPro,a lot of new friends, and a lot of stories to tell.
What story to tell first?
Most of them mending jadi novel, so I can hide behind some other name, pretending it wasn't me, and get paid.
And has something to give you for your birthday.
Aha.
But some stories need to be shared tanpa malu-malu, for my own sake. Biar gue bisa mendaki lagi, to the place where I can shout 'maaf' sincerely.
What do I learn most from the strangers I met?
Bertemu orang semakin hari semakin menyesakkan. Tiap ketemu orang baru, gue berusaha membuat mereka menjadi coPro dengan wacana dan paksaan. It's tiring.
Marketing is tiring.
I spent all my beginner's luck di cin(T)a. Dengan manajemen seadanya dan melangkah berbekal faith and joy saja gak cukup untuk mendaki bukit di tengah gaung social media dan Cherry Belle.
"Makanya jadikan diri lo gunung, biar lo gak perlu marketing, " hentak seorang strangers, mengembalikan gue ke dunia mimpi, di mana tidak ada yang tak mungkin. If you can imagine it, you can do it.
Sebuah pepatah Batak berkata: gunung cuma ngomong ama gunung.
Jadi percuma lo menawarkan diri ke sana sini. Hanya akan membuat lo kehilangan jati diri dan tetap gak dilirik gunung lain.
Tapi, sayangku, gunung gak dibangun semalam kecuali lo bernama sangkuriang dan berayah binatang.
Gunung dibangun tahap demi tahap.
Lapisan terbawah adalah nyali, faith, the 'kutau yang kumau'... Go out and dance!
Lapisan berikutnya knowledge.
Lalu networking.
Infrastruktur.
Product.
Terakhir: Brand.
Kalau lo mau nyari musisi Batak kontemporer, who you would look fo?
Viky Sianipar.
Gak banyak yang tahu tadinya dia mau jadi another Padi or Sheila on Seven. Untung dia rajin mengembangkan knowledge, jadi dia bisa tahu kalau dia terarik ke area yang belum disentuh musisi populer lain... Di mana lo harus tahu sejarah dan budaya. Barulah dia bisa punya brand viky sianipar.
In my case, the product came first before knowledge. Makanya setelah cin(T)a gue sibuk keliling ke mana-mana untuk mendapatkan knowledge on how to make film.
Di Ucok, si product juga jadi dulu, baru gue networking nyari copro.
No wonder semuanya belum maksimal.
But that's okay. Banyak jalan ke gunung. Kadang lo emang harus jatuh, daki, jatuh, daki, and jatuh lagi. Untung banyak lemak melindungi jadi tulanku tetap kuat mendaki.
Semoga Demi Ucok bisa mendatangkan infrastruktur yang gue butuhkan untuk bisa membiuat produk yang berkualitas. Sekarang gue baru di tahap Networking.
Networking?
Setelah berbagai mingle2 di festival, networking terdengar semakin membosankan. Gue gak dapet apa2 but a bunch of name cards.
Perlukah kita networking?
Pas cin(T)a gue gak kenal siapa-siapa. You don't need to know people. If you want something so bad, people will be attracted to you.
So what's the point of networking?
"Networking itu bukan kenalan. Tapi lo merhatiin apa yang dibutuhkan orang, dan lo bantu mereka, karena suatu hari lo juga pasti butuh dibantu mereka."
Lagi-lagi it's the art of 'how can I benefit you?'
Stop acting like you are the center of the universe. You are not a wave, you are part of the sea.
Lo dikenalin ke sekian banyak orang bukan untuk membuat mereka jadi coPro.
No.
Kalau cuma buat duit 1M, you can get it from one person easier. Gak butuh 7 bulan 10 hari.
You know more people, so you can link more people. Lo bisa menyatukan simpul-simpul yang belum bertemu.
Then networking is no longer tiring. It's liberating.
Networking itu berbagi.
Jadi inget cerita hamba yang ditingga. Tuannya dan dikasih talenta. Yang dikasih100 talenta pergi melipatgandakan talentanya dan membuat tuannya senang. Sementara yang talentanya cuma dikasih satu, malah ngubur talentanya di tanah. Marahlah si Tuan. Talentanya yang cuma satu diambil dan doi end up gak punya apa-apa.
Today I don't wanna burry the little talent that I have anymore. Sebelum tuanku pulang, harus segera dibagi.
I wanna tell you a story.
Mari berbagi.