Sebelum mati, katanya orang akan menoton kelebat hidupnya dalam 5 detik.
Gue ntar nonton apa ya?
Gue ingat beberapa momen bahagia.
TK, bikin drama tanpa skenario. Mereka ikut-ikut aja gue suruh ngapa-ngapain. Gak mau digencet ama anak komandan.
Kurang ah. Durasinya cuma 5 detik nih. Harus lebih penting.
Menang fashion show karena jalan gue terlihat anggun. Ada behind the scenenya. Ternyata bando gue mau jatuh dan emak gue ketua juri.
Kurang ah.
Bingung ngeliat si guru memberi rapor kursus bahasa inggris sambil senyum-senyum bangga. Biasanya dia paling jutek kalo liat gue yang bego ini.
Ternyata gue tiba-tiba ranking tiga.
Ternyata gak perlu pintar untuk ranking tiga. Cuma perlu rajin ngerjain PR dan mengulang-ngulang pelajaran.
Kurang ah.
Lari-larian di padang di belakang chica. Badan chica masih lebih besar, jadi gue nurut aja.
Ih, itu sih memori menyeramkan.
Sebulan di jakarta pas opung meninggal, masak nasi di depan rumah opung bersama sepupu-sepupu. Bahagia berasa tua.
Kurang ah. Why would I remember me happy being old?
Kelas 4 SD di Medan, dibeliin baju Bugs Bunny baru menggantikan bajuku yang turun temurun chica. Jadi kaya anak jakarta. Gue pake ke mana pun gue pergi.
Ihhhh. Jangan yang itu. Gak mau inget.
Masa sih gak ada yang special di masa kecil gue? Padahal gue termasuk beruntung karena bisa melihat Sabang ampe Merauke. Sementara banyak teman-teman yang hanya bisa mengira we were happy during Suharto.
Burung nuri warna-warni di hutan papua gak special?
Atau rujak di tepi pantai ambon yang banyakan bumbu dari buah?
Finding Nemo seujung jari?
Ternyata gue cepat lupa.
Hari ini apa yang mau gue lakukan dengan hidup gua? Membuat another gerakan-gerakan tak istimewa yang akan segera gue lupakan?
It's not how many breath you take. It's how many moment that take your breath away.
Itu film apa ya?
Lupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar