"Hey, babe," katamu sambil tidak berusaha membawakan tasku.
I don't want you to.
Aku mengikuti kamu, berjalan dengan sepatu beludru hitam, kemeja, dan jeans mahalmu.
Masih sama seperti 20 tahun yang lalu.
Kemeja nggak perlu mahal. Yang penting jeans dan sepatu.
Masih sama seperti 20 tahun yang lalu.
Masih juga gak pernah nyetrika baju.
"Buat apa? Ntar juga lurus sendiri," katamu sambil tersenyum.
Masih senyum yang sama. Hanya ditambah sedikit garis di ujung bibir kiri.
Tidak sedikit pun lemak di kanan kiri. Mungkin karena kamu selalu lari, menikmati udara tanpa timbal di sepanjang wharf di musim semi.
Matamu masih berseri, tidak tampak tanda-tanda pahit hati. Mungkin karena tiap hari kamu menikmati bertemu dan tertawa bersama aborigin-aborigin yang bahagia akhirnya punya rumah. Berkat kantormu.
Kulitmu bersinar. Mungkin karena kamu dicintai.
Kita berjalan menyusuri kota entahlah. Somewhere di mana matahari bersinar lembut, jauh dari bahaya radiasi nuklir.
Tidak ada yang mempedulikan tangan kita yang berpegangan, hanya sekelompok burung-burung putih gendut berkoak-koak iri.
Anakmu sudah dua. Yang terakhir baru saja keluar rumah. Ternyata dia sudah 18.
How time flies when you're having fun.
Yes indeed. Very fun 20 years. Walaupun tanpa kamu.
"I have to go," katamu setelah makan siang. Kasihan nanti aborigin-aborigin itu nggak punya rumah.
Gue melihat kamu berjalan di antara kerumunan rambut pirang. Rambut hitammu tidak berkilau. Masih seperti 20 tahun yang lalu.
Sederhana, tapi mempesona.
Masih sama.
I am still an occasional lunch inbetween your busy days.
And you are still a daily bittersweet symphony inbetween the soundtrack of my lovely life.
Yes indeed. Very lovely 20 years.
Walaupun tanpa kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar