Film dibuka dengan seorang tukang truk minta disepong. Banci nangis-nangis. Banci yang sudah babak belur bukannya ditolong, malah ditendang keluar.
Mundur ke hari sebelumnya. Ternyata banci adalah korban kekerasan gerakan Bogem, anak asuh Partai Bangsa Bermoral.
Masih untung si Banci gak metong, kaya temennya sesama banci (diperankan Joko Anwar). Sungguh sedih ketika Joko metong. Tak ada lagi banci macho yang menari-nari centil membuat film semakin terasa antah berantah. Setting film ini di sebuah negara berbendara pink-putih yang homo friendly. Banci, buci, homo, lesbi, perempewi, lekong, berharap perempewi, you name it... berkeliaran di kota yang mirip Jakarta tapi lebih berwarna.
Anehnya, gue tidak merasa kota ini aneh. Yang aneh bagi gue hanya 1: Madam X yang kecilnya ganteng, kok gedenya jadi Aming?
"Dari semua yang kita casting, hanya dia yang orang tuanya ngebolehin anaknya make baju perempuan," kata produsernya mengingat betapa lelahnya membuat film waria di tengah masyarakat anti waria. Untungnya filmnya selesai menyenangkan.
The fighting scene is a bit banci, tapi lo akan nyesel kalo gak nonton ampe abis. Menjelang ending, hadir 3 detik pesona sejati melalui penampilan Dina Anwar sebagai reporter TV yang memberitakan kematian pemimpin Partai Bangsa Bermoral.
Dina Anwar ini gak ada hubungannya ama Joko Anwar. Tapi Dina Anwar ini memang berharap-harap ada apa-apa sama Joko Anwar. Mungkin Dina akan lebih ada harapan kalau namanya hanya Anwar saja.
Hhhhhh, nasib. Sekalinya ada Batak keren berdada bidang, demennya Anwar.
Karenanya Dina Anwar sedih sekali ketika Joko metong. Untung arwah Joko kembali hadir mengobati kerinduan hati ketika si Banci lari pagi di sepanjang Pantai Selatan. Dengan wujud ratu adil versi drag queen, arwah Joko sempat mengingatkan si Banci untuk balas dendam sebelum akhirnya tewas lagi kegigit hiu.
Thanks to Lucky karena scene Dina Anwar gak di-cut, menghindarkan gue dari keanggotaan sindikat scene di-cut, gerombolan pengen tampil pimpinan Patra Aditia dengan visi menampilkan diri di layar lebar Indonesia.
Thanks to Lucky juga karena telah menghibur gue dengan film super hero debutnya yang tidak hanya membuat gue tertawa tetapi juga memikirkan negara.
"Yah kita cuma mengikuti tradisi film superhero dunia yang sebenarnya menggambarkan pemimpinnya. Waktu Obama, super heronya Iron Man. Waktu (siapa ya) superheronya superman. Yaaa waktu SBY, superheronya banci," kata produser menantang wartawan. Disambut tawa dan anggukan.
Tapi produser kalang kabut juga ketika salah satu banci jadi-jadian asuhannya berteriak lantang mengakhiri diskusi : "Bubarkan FPI. Bubarkan FBR."
Untung hari ini wartawan yang 'tak sengaja' diundang hadir adalah wartawan-wartawan homo friendly.
"Gimana pendapat lo?" kata gue kepada seorang teman kuliah yang sekarang wartawan majalah mahal ibukota, kegemaran ibu-ibu sosialita.
"Yah gue sukalah. Secara gue minority," katanya. Berhubung dia tidak terlihat Budha, Hindu, atau Kristen, gue berkesimpulan dia akhirnya mengkonfirmasi diri tak sekadar partner in crime dengan si dia-nya yang juga pria. Good for him.
Gue melihat sekeliling. Lobby bioskop dipenuhi homo dan homo friendly, makanya press screening aman sentosa. Bagaimana nasibnya kalau film ini dilepas ke masyarakat bangsa bermoral ini?
Besok nasib film ini akan diserahkan ke lembaga sensor. Sepertinya ini terakhir kalinya film ini dapat ditonton utuh dengan adegan pembuka supir truk minta sepong. Semoga Dina Anwar tak ikut terpotong.
Produser biasanya akan mengirimkan makanan dan apapun asal bukan uang pada saat komite sensor menonton film dengan harapan jumlah makanan berbanding terbalik dengan jumlah potongan. Tapi kan ini bulan puasa cinnnn. Percuma ane ngirimin makanan, bisa-bisa ane dianggap gak menghormati bulan puasa dan merusak moral. Dasar antek-antek waria.
"Tapi suami gue yang straight ketawa2 aja ya nonton film ini," kata produser meyakinkan diri sendiri kalau film ini akan lulus sensor.
Ya eyalaahhhhh.. suami elu gitu. Kalau gak gila, gak akan kawin sama elu.
"Office boy gue juga!"
Ya eyalahhh... office boy elu gitu. Udah ikutan gila tiap hari liat mahkluk aneh2 diterima keluar masuk kantor lu.
Film ini bisa jadi indikator homophobia yang baik. Kalau lo nonton film ini dan tetap tertawa-tawa, berati lo lulus tes homophobia. Kalau lo sedikit saja merasa terganggu, mungkin lo harus consider bergabung jadi Anggota Partai Bangsa Bermoral.
Ayo nonton cinnn.
Mulai 7 Oktober 2011. Dengan kekuatan datang bulan, akan menghiburmu.
Warning: Film ini mengandung elemen homo, buci, dan waria. Manusia hetero jadi antagonis dan waria jadi superhero-nya. Tidak baik bagi kesehatan manusia homophobia.
Untuk pengidap homophobia, tetap dianjurkan menonton film ini sambil merem (tentunya sampai ada adegan Saira Jihan. Rugi cinnn gak liat Jihan pamer perut)
Dan nantikan perut Dina Anwar juga. Kalau yang ini, filmnya beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar