“Hah? Bikin film harus PT???” tanya gue dengan terkejut. Baru tahu kalau untuk ngurus izin nanyangIn film, lo harus bernaung di bawah sebuah Perusahaan Terbatas yang punya surat izin untuk memproduksi film.
Hueh! Gak bisa ya bikin film aja sendiri? Kaya jaman gue kuliah dulu. Ngajakin temen-temen yang sudah mengenal gue seperti apa adanya. Teman-teman yang bisa ngerti kalau gue kena sindrom PMS permanen.
Untungnya gue bertemu Adi Panuntun, another si ganteng smells like home, yang menjadi EO LA Lights Indiemovie. Perusahaan mas Adi ini baru saja menjadi PT. Jadinya urusan izin mengizinkan buat film beressss. Sekali lagi some invisible hands save my ignorant ass from trouble. Fiuhhh.
Berhubung gue gak bisa nulis, gak bisa ngedit, gak ngerti kamera, dan gak bisa mimpin... film making ala rebel without a crew versi robert rodriguez really didn’t work for me. Mulailah gue merayu teman-teman gue yang berbakat dan haus bikin film tapi terjebak di kerjaan mereka.
Writer:
Sally, senior gue di Liga Film Mahasiswa ITB. Tugas fotografi gue pas mau masuk LFM dicela-cela ama anak ini. But she’s a damn good writer! Writing with her is like a short course on how to make a mendingan script. Draft 1 gue yang cupu jadi agak layak difilmkan.
Editor:
Anky, musuh seperjuangan gue dari jaman kuliah dulu. Dia yang pertama kali menjebak gue ke dunia kelam perfilman. Jaman dulu gue cuma suka moto. Kalau dia gak pernah ngajak gue buat jadi DOP di film dia, tentunya gue sekarang sudah berbahagia jadi arsitek di Singapur, trus beasiswa S2 ke Delft, trus stay forever di Amerika. Anky gue rayu buat resign dari kerjaannya di Trans 7 sebagai... gak tau jadi apaan.
Director Of Photography:
Tadinya mo nyewa profesional, tapi nggak mampu bayar. Jadi produsernya turun langsung jadi DOP. Budi Sasono, another si ganteng smells like home. Hmmmm. Hidungnya mirip Boni, golden retriever gue yang sering disangka sapi ama publik. Jadi gemes pengen nyubit2 Budi Sasono. Akhirnya anjing gue berubah nama dari Napoleon Bonikarpet menjadi Boni Sasono.
Tugas utama DOP adalah membangun’komunikasi intens’ dengan sutradara. Hihihihi. Lighting the set mah gimana ntar. Yang penting intens dulu dengan sutradara. Hmmmmmm;P
Art Director:
Ajo. Dari belakang gue kira dia mau casting jadi Annisa. Cantik sihhh... sayang berkumis. Hihihi. A very talented and wild art director. Gue berharap our next movie is something that gives more space to imagination so he can show off his unlimited creativity. Ajo dan Koben made up our whole art department sections. Wow.
Production Manager:
Monyet! Gara-gara anak ini nih diet gue gagal. Padahal film sebelumnya, gue turun sekilo sehari. Di film ini, sangkin bahagianya, gue malah tambah gendut. She’s doing a too good of a job. Gue curiga dia emang mensabotase diet gue biar doi tampil cantik sendiri di premiere.
Assistant Director:
Burhan Yogaswara. Sebenernya doi pengennya jadi artis, tapi berhubung mukanya kagak ada cina-cinanya, dan kagak ada cantik-cantiknya, dia jadi astrada aja lah. Sepanjang shooting kerjaannya bikin kegaringan yang menyebabkan kemarau panjang. Di akhir shooting doi dianugerahi tokek award atas prestasi kegaringannya. Krik.... krik... krikk...
Assistant Director 2:
Yunitantri DJ. Tadinya editor gue mo jadi astrada 2. Taunya doi lebih memilih bulan madu daripada memajukan perfilman Indonesia. Yuni sebenarnya pengen jadi artis juga. Tapi berhubung ini bukan film Bollywood, terpaksa Yuni dijadikan astrada merangkap breakfast girl, sekaligus maketor, trainer logat batak, Konti girl, dan merangkap P2 girl.
Wardrobe/ Make Up:
Ibu Yuvie pun gue rayu biar meluangkan waktu di sela-sela jadwal fashion show doi. Sebenernya doi kayanya agak trauma di dunia perfilman setelah bertemu beberapa artis muda kurang berbakat yang juga kurang adat. Tapi doi berhasil dirayu demi kemajuan perfilman kami. Doi dibantu muridnya, Mbak Wenti yang juga belon pernah bikin film.
Production Assistant:
Untungnya si pak produser juga merangkap dosen. Jadinya banyak anak didiknya yang membantu terselenggaranya film ini sampai selesai.Eka, Fauziah, Galih, Reza, Awal,Dina, Asep, Shendi, dan Bagus. Ayo! Kalau mau nilai A, buang astrada 1 ke kolam! Byuuurrrrrr. Good job! We don’t know what to do without you, guys!
Setelah shooting selesai gue baru nyadar ternyata berondong-berondong ini ganteng2. Damn. Inilah akibat terlalu intens dengan DOP jadinya lupa lihat-lihat sekeliling.
Setelah filmnya jadi, ternyata perburuan gue belum selesai. Distributing the movie is a whole new art. Kerjaan satu studio dikerjakan bertiga dengan duo mbak kenthir yang menmani gue betiga menjelajahi jalan-jalan 3 in one jakarta with no money and no boyfriend, but a lot of love to share.
Publicist (merangkap mbok pijit):
Ardanti Andiarti. Doi tumbuh sebagai minoritas di sebuah sekolah katolik. Danti beradaptasi dengan habitatnya sehingga matanya ikutan menyipit. Bahkan doi disangka muallaf pertama kali pake jilbab. Exactly the perfect profile we need to promote this movie. She smells a lot like home, walau kadang ada semilir bau minyak tawon menyertai.
Promo manager (merangkap supir karena mbak-mbak lainnya gagap Jakarta):
Dini Aprilia Murdeani. Sebelum doi dinyatakan lulus dari sekolah bisnis di Bandung, gue udah nongkrong di luar ruang sidangnya, siap-siap menangkap doi sebelum diambil orang lain. I knew her from SMA. We made a great team sebelum doi mengurangi komunikasi intens gue dengan DOP. Ternyata doi punya agenda cin(T)a yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar