Juli dan Agustus gue lewati tanpa menulis. (Good job for someone who wish to be a writer someday) Juli dan Agustus gue diisi dengan menonton penonton cin(T)a di berbagai tempat, monopoli microphone di tiap diskusi dengan harap2 disuruh nyanyi, dan mengurangi populasi unggas dan babi di berbagai pelosok dunia yang mengundang gue muterin cin(T)a. Wauahahhahhahah alhasil program “amazing sammaria, truly asia” gue ditunda karena tidak bisa tampil singset pas premiere.
Juli dan agustus jadi roller coaster terseru di hidup gue, menggeser posisi magic mountain di Anaheim yang efek thrillingnya cuma tahan 5 menit. Ternyata ada lhooo yang mau nonton film cin(T)a. Di atas kertas kotretan produser2 hantu masa kini, film beginian mustahil ada yang nonton. Pemainnya cuma 2 dan entah siapa; produser dan semua krunya baru pertama bikin film; gak ada adegan seks, kekerasan, maupun seks dalam kekerasan; ngomonginnya suku agama ras dan IP sepanjang film... mak! Malas kali pun muda mudi Indonesie ‘ni menonton film macam tu. Untung sutradaranya cantik dan pandai merayu.
Makanya pas tiket cin(T)a sold out di mana-mana, gue diserang rasa takjub sekaligus bersalah. Takjub karena ternyata God Is Really A Director. Cin(T)a adalah bagian kecil dari skenario besar Doi yang jauh lebih seru. Merasa bersalah karena ternyata tagline “God Is A Director” tidak mampu menggambarkan kreativitas Doi. Ternyata God Is A Producer juga. A Promo Manager juga. A Marketing Executive juga.
God is everything... and nothing....
Hahaha... I’ve heard that before, but never could understand the nothingness bullshit. How come anything be nothing and everything at the same time? It took some people a calm and quiet minute to understand. It took me 24 months of hectic movie production , long debates, and endless travelling to actually understand that God is nothing and everything. I guess some Batak are just too stubborn to understand things in serenity.
Respon cin(T)a sangat beragam. Ada yang menyebut gue titisan Yasmin Ahmad. Ada yang bilang gue titisan tukang sampah dan sebaiknya gak usah ada. (Berhubung gua dari Bandung di mana tukang sampah sangat dibutuhkan, I took that as a compliment hehehe) Yang lebih menarik dari menonton cin(T)a ya memang menonton penontonnya. Menonton penonton cin(T)a seperti menonton Indonesia sepuluh tahun ke depan. Karena dalam 10 tahun, orang2 inilah yang akan megang Indonesia.
Bertemu dengan para penonton cin(T)a, gue jadi semakin tenang. Hilang semua kemarahan dan pahit hati yang membensini gue untuk bikin cin(T)a. Mereka tidak selalu setuju dengan gua, dan masih ada juga manusia2 galak yang kupingnya cuma asesoris, tapi setidaknya kebanyakan kuping ternyata masih dipakai untuk saling mendengarkan.
I have a feeling God is smiling watching all of us here.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar