“Film saya ini dibuat... karena saya... makanya saya... saya sukanya... saya.... saya... saya... saya...”
Dia menikmati semua tanggapan penonton yang angkat tangan. Semuanya memuji filmnya. Dia tambah cinta diri sendiri, mengira orang suka filmnya.
Dia tidak meyadari penonton bete memilih absen bertanya dan tidak menyalami di akhir pemutaran.
Cukup. Gue tahu film lo personal. Dan film-film terbaik selalu personal. Gue percaya harus ada 'saya' di setiap film bagus.
Tapi film lo gak menarik! 'Saya' lo gak menarik.
Jadi inget diri gue sendiri.
“Film gue ini dibuat... karena gue... makanya gue... gue sukanya... gue.... gue... gue... gue...”
Gue menikmati semua tanggapan penonton yang angkat tangan. Semuanya memuji film gue. Gue tambah cinta diri sendiri, mengira orang suka film gue.
Gue tidak meyadari penonton bete memilih absen bertanya dan tidak menyalami gue di akhir pemutaran.
Cukup. Gue tahu film gue personal. Dan film-film terbaik selalu personal. Gue percaya harus ada 'gue' di setiap film bagus.
Tapi film gue gak menarik! 'Gue' gak menarik.
The irony of 'gue'.
Menonton dia, gue sadar. Ketika 'gue' hanya peduli dengan 'gue' , 'gue' menjadi tidak lagi menarik. Ketika 'gue' lebih peduli dengan 'gue' lain, 'gue' menjadi lebih menarik.
To make 'gue' more interesting, I have to be interested in others.
The irony of 'gue'.
Mulai hari ini gue mau bikin 'gue' yang lebih menarik.
kayak yang Mr Bean Holiday.
BalasHapuseh iya bukan sih?