Matahari terlalu bersinar di Sunda Kelapa.
Depak dang dan dut tak mampu merayu ibu-ibu yang pura-pura sibuk memotong kue bolu. Puluhan lalat berusaha mengerubungi bolu, tapi keburu meninggal karena tak tahan dengan bau Sunda Kelapa. Bau mayat ikan asin bercampur keringat kuli bercampur matahari. Bahkan lalat pun hilang selera makan.
Sammaria nongkrong di sana bersama si nenek menanti cucunya yang sedang berhias di salon. Hari ini cucunya yang bernama seperti salah satu dewi kahyangan akan menikah. Si nenek bercerita betapa cantik paras cucunya. Betapa aduhai goyangannya dulu di salah satu kontes instan dangdut di TV nasional dua tahun lalu. Betapa merdunya suaranya.
Walau cuma juara lima, si dewi sukses menjaring seorang toke ikan. Tak apalah umurnya baru 18 tahun. Kawinkan saja mumpung ada toke yang mau.
Sebuah beca mendekat. Dikayuh seorang kakek hitam dengan keringat mengucur dari dadanya ke perut six pack tanpa gym.
Dari beca buduk tak berbunga itu, turunlah si cucu berkebaya dan ber-make up campur peluh. Cantik, hanya perutnya terlalu buncit.
Perutnya buncit bukan karena gagal diet pengantin. Bukan juga karena ke binaria. Tau-tau berbadan dua. Tak perlu diceritakan kenapa. Semua orang sudah menduga, walau tak ada yang bicara.
Hamil sebelum nikah masih memalukan di negara ini, tapi tidak di Sunda Kelapa. MC mendoakan kandungan si bayi di corong mic yang menyiarkan kehamilannya ke seluruh pelosok kampung.
Si toke tak kunjung datang. Sang dewi duduk sendiri, di kursi tamu di pernikahannya sendiri. Pelaminan diisi tamu-tamu kecil yang berlarian sana-sini.
Katanya si abang keciduk narkoba. Tapi si nenek berkata beda. Katanya si istri tua tak rela didua.
MC kembali mendoakan agar si dewi menjadi keluarga mawadah sakinah bla bla bla. Air mata membanjiri semua wanita.
Mereka tahu. Bahkan sebelum menikah pun, si dewi sudah menjanda.
Cerita di atas sebenarnya tak perlu ditulis karena ternyata cuma cerita biasa di sana.
owww.. gila tid.. beneran ini teh?
BalasHapus